Langsung ke konten utama

Cerpen Tema Valentine: Cinta Yang Sebenarnya


cerpen ini dibuat oleh: starlife_angels 
pernah dipublikasikan dalam bedah karya cendolers banten


Brukkk ...!!!
Mata Lilis terasa kunang-kunang saat ia bertubrukan dengan seorang lelaki betubuh jangkung dan memakai kacamata saat ia berjalan di aula sekolahnya. Ia berteriak memekik dalam hati, dan merasa seolah-olah jantungnya mau copot ‘Afgaaann ...  Afgaaann ...  Gue tubrukan sama seseorang yang mirip Afgan!”
“Kamu  nggak apa-apa? Maaf aku lagi buru-buru,” ucap  lelaki itu sambil mengulum senyum seraya membantu Lilis untuk berdiri.
“Hmm ... Oh , ya nggak apa-apa kok.”
“Sorry ya, ya sudah kalau kamu  nggak apa-apa, saya ke kelas dulu,”lelaki itu tersenyum lagi dan Lilis benar-benar merasa terhipnotis oleh senyuman lelaki itu.
***
Ya semenjak itulah suara Lilis selalu berkicau memekakkan telinga para sahabatnya yang selalu menjadi teman curhatnya setiap hari. Ya, hanya lelaki mirip afgan lah yang selalu diceritakan Lilis kepada para sahabatnya itu.
“Please deh, memang nggak ada topik lain ya selain ngomongin seorang lelaki mirip afgan yang kamu sukai itu. Huh, namanya saja kamu belum tahu Lis... berharap setinggi langit!” celetuk Amira, sahabat trio kwek-kweknya (geng sebutan untuk Lilis, Mira, dan Anis)
“Iya Lis, kamu toh ga takut apa? Impian kamu untuk mendapatkan cowok yang kamu suka itu ndak kesampaian?” celetuk medok salah satu sahabatnya lagi, Anis yang memang orang jawa asli.
“Ih, apa sih!!! Kalian teh bukan dukung abdi buat mendapatkan dia...” Lilis cemberut bukan main mendengar komentar para sahabatnya itu.
“Tapi Lis, kamu harus tahu asal-usul dia dulu kalau kamu benar-benar ingin jadian sama dia,”ujar Mira sambil menepuk pundak Lilis.
“Tapi gimana caranya atuh? Abdi teh teu nyaho dia kelas apa, aktif di organisasi apa... Abdi teh teu nyaho,”Lilis benar-benar frustasi.
“Nah itu gunanya kamu cari tahu. Jangan diam saja Lilis. Kalau kamu diam terus-terusan seperti ini dan hanya berceloteh tanpa ada tujuannya, dia juga nggak bakal tahu perasaan kamu...” ujar Mira lagi.
“Ya sudah, hayuklah! Gimana caranya kita cari tahu tentang dia?” ucap Lilis bersemangat.
“Serahkan saja ke kita...” ujar Mira sambil melirik Anis.
“Ih, apa-apaan sih, aku emoh ikut-ikutan,” ucap Anis sambil bergidik ngeri.
“Ayolah Nis...” bujuk Mira lagi
Anis hanya memasang mimik cemberut.
***
“Pokoknya aku hanya cari tahu, soal langkah selanjutnya aku ndak mau tahu,” ucap Anis memberikan ultimatum peringatan kepada Lilis dan Mira.
“Iya kamu cuman cari tahu kok, soal langkah selanjutnya ya biar aku dan Lilis yang melanjutkan,” ujar Mira meyakinkan.
Anis adalah anak OSIS di sekolah, dia anak yang cukup dikenal di sekolah. Oleh karena itulah, Anis yang harus memulai langkah yang pertama. Setelah Anis mendapatkan info tentang lelaki yang di sukai Lilis, ia harus segera memberitahukan secara cepat kepada dua sahabatnya itu.
Lilis tersenyum penuh harap, semoga Anis berhasil dan ia juga mendapatkan info yang bagus juga.
***
Hari demi hari telah di lewati oleh Anis, dengan sulit. Bagaimana tidak, ia harus bermuka tembok mencari tahu asal-usul tentang lelaki yang kata Lilis mirip afgan itu.
“Huhh, mbok ya kenapa aku toh yang harus mulai langkah pertama... Malu tahu,” keluh Anis sehabis di tertawakan oleh segerombolan para lelaki tim basket di sekolahnya.
“Nggak usah nyari-nyari yang jauh-jauh neng, jadian sama kita saja. Hahaha....” ujar segerombolan pemain basket tadi.
***
Pepohonan di taman sekolahnya seakan gersang saat itu, segersang hati Anis yang tak kuat lagi menanggung malu akibat tingkah sahabatnya itu yang menunjuk dia menjadi mak comblang langkah pertama.
“Aku ndak kuat lagi kalau di ketawain terus kayak tadi,” keluh Anis saat ia duduk menyendiri di bangku taman.
Belum lama ia mengeluh, tiba-tiba dua orang lelaki melintas dihadapannya.
“Bro, loe nggak mau datang jam pelajaran Bu Halimah? Loe sudah nggak hadir berapa kali?” ucap seorang lelaki berkacamata kepada temannya yang berdandan tidak rapi sama sekali (tak terlihat seperti pelajar).
“Eh loe, nggak usah ngatur-ngatur gue deh mentang-mentang loe ketua kelas. Gue bisa ngatur diri gue sendiri kok...!” balas temannya sambil mengeloyor pergi.
“...”
Lelaki berkacamata itu membisu sambil menatap bimbang ke arah temannya yang pergi begitu saja dari hadapannya. Ingin rasanya aku mencegahnya, begitu yang ada di pikiran lelaki berkacamata itu.
Sekilas, lelaki itu menoleh kebelakang dan melihat Anis yang duduk di bangku taman. Namun hanya sekejap, lalu ia melangkah pergi.
“ Oh Tuhan, apakah dia lelaki yang dimaksud Lilis?” jerit Anis dalam hati sambil diam-diam mengikuti jejak  langkah perginya lelaki berkacamata tadi.
***
“XII IPA 3?! Loe yakin dia tuh lelaki yang dimaksud si Lilis?” Mira terkejut bukan main mendengar berita dari Anis.
“Aku ndak tahu, yang aku lihat dia pakai kacamata. Coba kamu panggil Lilis, biar kita tanyakan langsung sama empunya...”
Mira langsung bergerak mencari Lilis. Setelah menemukan Lilis, ia mengajaknya untuk membicarakan perihal lelaki pujaan Lilis secara bersama.
“Hem, iya sih Mir... dia itu berkacamata seperti apa yang dibilang Anis barusan...” kata Lilis kepada Mira saat ditanyakan perihal tentang lelaki itu.
“Memang kamu lihat dia dimana, Nis?” tanya Lilis penasaran.
“Aku lihat dia pas aku duduk di bangku taman, dia sedang bujuk temannya buat masuk kelas,” ucap Anis tenang tanpa menghilangkan logat kental kejawaanya.
“Hem, dia baik juga ya. Abdi teh makin jatuh cinta sama dia. Hehehe...” ucap Lilis sambil terkekeh seraya melamun membayangkan wajah lelaki berkacamata itu.
“Huss, kamu ndak boleh gitu dulu. Belum tentu dia tuh lelaki yang kamu suka Lis...” kata Anis membuyarkan lamunan Lilis.
“Hemm iyo juga yo...” ucap Lilis tanpa sadar menggunakan logat jawa.
“Loh kok kamu ikut logat saya Lilis?  Hehehe,” Anis terkekeh, begitu juga dengan Mira dan Lilis.
“Ya sudah besok kita langsung survei saja ke kelas XII IPA3 daripada kita pusing seperti ini, ya nggak?” usul Mira pada kedua sahabatnya.
“Betulll!!! Aku teh sudah teu sabar untuk tahu kebenarannya dan semua tentang dia. Abdi teh teu sabarrr!” teriak Lilis bersemangat.
“Huuu...dasar Lilis. Awas saja kalau kamu berhasil jadian samadia. Kamu toh lupa sama kita” ucap Anis mengingatkan.
“Nggak atuh, Nis. Aku teh tidak akan melupakan kalian sampai kapanpun.”
Lilis tersenyum pada kedua sahabatnya. Mereka bertiga pun melenggang pergi dan bergegas pulang.
***
Pagi itu sekolah masih sepi, namun ketiga trio itu sudah berada di sekolah karena mereka sudah mempunyai misi.
“Loe tahu kan, Lis. Loe hanya berdiri di depan kelas itu dan melihat wajah satu persatu orang, kalau ada yang berkacamata dan ternyata orang itu sama seperti yang dikatakan Lilis, berarti kita tinggal melaksanakan langkah comblang berikutnya,” jelas Mira pada Lilis. Lilis pun langsung mengacungkan jempol.

Lilis langsung menuju kelas XII IPA 3, ia pun langsung melihat wajah orang satu persatu dan eng-ing-eng!!! Datanglah lelaki pujaannya!
“Em, kalau nggak salah kamu yang waktu itu tubrukan sama aku ya? Kamu nyari siapa disini?” sapa seseorang yang ternyata disukai Lilis.
“Em, aku nggak nyari siapa-siapa, aku cuma lewat saja. Kamu kelasnya disini?” ucap Lilis sedikit gugup.
“Iya, kenapa?”
 “Nggak kok, aku cuman kaget saja bisa ketemu kamu. hehe” ucap Lilis.
“Oh. Oh iya, kamu siapa namanya? Kita belum kenalan. Aku Arfan, kamu?” ucap lelaki itu memperkenalkan diri.
“Aku Lilis”
“Oh orang Sunda ya? Kelas apa?”
“Iya, XII IPA I... Em, ngomong-ngomong aku nggak pernah lihat kamu ya? Yang ku ingat aku baru ngelihat kamu waktu itu ya?”
“Iya, aku murid pindahan. Saat naik kelas XII aku baru disini,” ucap Arfan sambil tersenyum.
“Hemm”
 “Ya sudah aku masuk kelas dulu ya. Mau main dulu ke kelas ku?” ajak Arfan.
“Enggak usah, aku mau ke kelas lagi.”
“Oke”
Arfan berjalan memasuki kelasnya. Keramahan Arfan membekas di hati Lilis. Sambil berjalan ia bergumam dalam hati. ‘Aku teh makin suka sama Arfan. Arfan ramah, baik dan nama kamu juga bagus, mirip sama idolaku...Afgan’
Lagu Afgan mengalun dalam otak Lilis. Terima kasih cinta.
***
Saat berjalan menuju kelas, Lilis masih melamun memikirkan Arfan, ia tidak sadar bahwa ada teman-temannya yang menunggu info dari dia.
“DORRR ...! Eh Neng, ngelamun saja!” Mira berusaha membuyarkan lamunan Lilis. Untunglah dengan sekejap, Lilis langsung tersadar.
“Jangan banyak melamun Lis, nanti ayam tetanggamu pada tewas, piye to?” celetuh Anis sambil tertawa terbahak.
“Gimana Lis?” tanya Mira dengan nada penasaran.
“Iyo, piye? Sama ora karo orang yang aku kira pujaan kamu?” tanya Anis juga.
Lilis hanya mengangguk pelan sambil tersenyum.
“Wahhh, jodoh karo kamu Lis...” Anis langsung terkejut begitupun dengan Mira yang langsung memeluk Lilis dan berkata “Wah.”
“Kamu komunikasi sama dia nggak tadi?” tanya Mira.
Lilis mengangguk lagi.
“Ngomong apa saja?” tanya Mira lagi.
“Dia nanya namaku dan kelas apa. Terus dia juga bilang dia anak baru disini,”  ucap Lilis kalem.
“Oh pantesan,” Mira mengangguk-angguk, itu pertanda bahwa ia paham.
“Terus rencana kamu opo, Lis?” tanya Anis penasaran.
“Nggak tahu. Semoga saja aku deket sama dia,” Lilis hanya tersenyum mesem-mesem.
“Kamu harus dekati dia, Lis. Terus... jangan pantang mundur!” ucap Mira sambil bergaya ala kemerdekaan.
“Iyo, kamu juga harus cari tahu banyak tentang dia biar kamu bisa langsung jadi sama dia,” ujar Anis sumaringah.
“Apa aku saja yang cari info tentang dia lebih dalam Lis?” Mira bertanya lagi.
“Nggak usah, berdoa saja biar aku bisa lebih dekat dengan dia. Kalau aku sudah dekat kan jadi gampang,” ucap Lilis dengan semangat.
“Iyo deh, kita tetap mendukung kamu dari belakang,” ujar Anis diikuti oleh senyum Mira.
***
Tak pernah Lilis kira, Arfan selalu berpapasan dan bertemu dengannya.
“Kita papasan terus ya,” ujar Arfan suatu ketika saat  ia dan Lilis menuju ke arah yang sama. Arfan tertawa renyah. Lilis tersenyum.
“Iya, mungkin karena KBM sudah berjalan, kan kelas kita nggak begitu jauh juga,” jawab Lilis.
“Kamu mau ke kantin?” tanya Arfan lagi. Lilis mengangguk.
“Bareng yuk,” ajak Arfan pada Lilis. Jantung Lilis berdegup kencang. ‘Ke kantin sama Arfan!’
***
Melodi lagu Afgan terputar otomatis di otak Lilis. Ia kini duduk berhadapan dengan Arfan.
Terima kasih cinta untuk segalanya...
Ya, hati Lilis meleleh saat melihat senyum Arfan. Arfan memiliki lesung pipit seperti Afgan. Hari ini ia sangat bersyukur bisa melihat senyum Arfan dan duduk berhadapan dengannya.
“Nggak dimakan somay kamu?” ucap Arfan membuyarkan lamunan Lilis.
‘God! Cinta membuatku selalu melamun! Bahkan piring berisi somayku pun belum tersentuh.’ Keluh Lilis dalam hati.
“Eh iya, abdi teh lupa mau beli minuman dulu,” ucap Lilis mencari akal agar tidak ketahuan linglungnya.
Arfan tersenyum, ‘lucu sekali’ pikirnya.

Lilis benar-benar salah tingkah saat itu. Ia ngomel-ngomel sendiri.
“Aih, si Arfan curiga nggak ya? Malu pisan atuh kalau kelihatan linglung begini,” ucap Lilis sambil menuju ke meja, tempat makannya bersama Arfan tadi.
Nihil. Arfan sudah tidak berada di tempatnya.
“Yah, si Arfan teh cepat banget makannya. Aku makan sendiri deh,” ujar Lilis sambil cemberut memandang sepiring somay dan segelas es tehnya.
***
Di lain sisi, Arfan sedang berbincang dengan temannya di musola sekolah. Rapat khusus anggota rohis untuk perayaan Maulid Nabi.
“Arfan dan Ical, kamu jadi bagian dokumentasi ya untuk acara maulid nanti,”ujar ketua pelaksana Maulid Nabi.
“Baik kak...!” ujar Arfan dan Ical bersamaan.
Setelah membicarakan hal yang cukup banyak tentang perayaan Maulid Nabi, rapat pun akhirnya selesai. Ical dan Arfan beranjak keluar dari musola.
“Ah, kenapa sih perayaan maulidnya dirayakan 4 hari sebelum valentine, aku kan mau siap-siap nyiapin valentine sama pacar aku,” Ical tiba-tiba curhat pada Arfan.
“Eh hari gini masih ngomongin valentine saja. Hari kasih sayang itu kapan saja. Lagian ini dalam suasana maulid, kamu kenapa merayakan hari yang katanya dari orang Yahudi itu?” ucap Arfan bijak.
“Tapi Fan, aku kan ingin ada momentum spesial sama pacar aku. Ingin berdua seharian sama dia, tukeran kado dan lain sebagainya. Lagian, tiap prinsip orang beda-beda kan?” ujar Ical menyela.
“Astagfirullah hal adzim, jangan sampai kamu mendekati zina loh, Cal! Kamu tahukan dan ngerti sama apa yang di ucapkan sama Ustad Syaepulloh sama kita? Nggak boleh dua-duaan saja, apalagi ditempat sepi. Valentine itu juga sebenarnya nggak ada dalam Islam,” Arfan beragumen lagi.
“Ah, susah lah kalau ngomong sama kamu! Aku tahu kok dan aku juga ngerti. Aku juga paling ngedatenya seperti kamu  di tempat ramai, tapi bukan kantin sekolahan seperti kamu sama cewek tadi saat ngedate,” Ical kesal, ia mulai meninggalkan Arfan.
“Maksud kamu, Cal?!” Arfan kaget bukan main.
“Itu, kamu sama cewek berkulit putih dan berambut panjang itu!” Jelas Ical sambil berteriak. Arfan terdiam, ia bergumam dalam hati. ‘Astagfirullah, aku nggak ada maksud apa-apa makan sama Lilis.’
***
Lilis makin gelisah, perasaannya pada Arfan semakin kuat. Apalagi, saat ia dan Arfan makan di kantin bersama meskipun pada akhirnya Arfan menghilang begitu saja.
“Aduh... Aduh... Aduh!!! Gimana ini teh, abdi teh makin dag-dig-dug sama Arfan,” ujar Lilis gelisah sambil mondar-mandir di kamar tidurnya.
“Hemm, eh tadi teh kenapa ya si Arfan menghilang begitu saja di kantin? Jangan-jangan Arfan tahu lagi kalau abdi teh salah tingkah gara-gara dia,” gelisah Lilis lagi.
“Enggak, enggak! Arfan pasti enggak tahu kalau abdi teh suka sama dia!” ujar Lilis lagi.
“Huft, capek pisan eui! Dengerin musik afgan saja lah...!” ucap Lilis sambil merebahkan dirinya di tempat tidurnya. Kemudian, ia pun memutar mp3 lagu Afgan ‘Tanpa Batas Waktu’ di handphonenya.
Tidak berhenti mencari-cari
Untuk bisa milikimu...
Mencoba bisa melawan
Tetapi semakin tertahan
Ku jatuh cinta...
***
10 Februari, perayaan Maulid Nabi pun dimulai. Aula sekolahpun sudah padat oleh murid-murid SMA yang berpakaian muslim dan muslimah. Ya, perayaan maulid diadakan di Aula untuk mengantisipasi banyak murid yang datang. Dan benar saja, sekarang aula sudah dipadati murid-murid.
“Arfan, ini kameranya. Nanti jangan lupa dokumentasikan acara yang dipanggung ya, lengkap dengan pemandangan ramai perayaan maulid ini,” ujar Ical dengan gaya yang masih kaku, ia ingat beberapa hari yang lalu, baru saja ia bertengkar dengan Arfan soal valentine dan hukum berduaan dengan seorang cewek.
“Iya,” ucap Arfan sambil mengangguk. Ia mengambil kamera dari tangan Ical.
“Fan, sori ya soal pertengkaran kita waktu itu,” Ical angkat bicara, ia meminta maaf.
“Soal apa? Hemm, oh yang itu? Aku juga sudah lupa kok...” ucap Arfan sambil tersenyum seraya mencoba kamera yang dipegangnya kini. Jepreett ...!
“Makasih ya sudah maafin gue,” jawab Ical.
“Santai saja bro...” Arfan tersenyum lagi. Kemudian, ia melanjutkan aktivitas fotografinya.
“Tapi gue benar-benar sadar kok sama ucapan loe kemarin. Gue nggak akan rayain valentine kok. Gue juga sudah putus sama pacar gue...” mimik wajah Ical tiba-tiba mendung.
Arfan yang sedang sibuk berfotografi ria langsung terkejut. “Putus?!”
“Iya Fan, hiks! Dia minta kado yang aneh-aneh sama gue. Dia juga ketahuan selingkuh sama gue. Daripada gue frustasi mendingan gue putusin!” Mata Ical berlinang. ‘Ck, baru lihat gue cowok menangis karena cinta!’  batin Arfan.
“Itulah mudaratnya berpacaran. Bikin dosa gara-gara prasangka, bikin maksiat, menjerumuskan diri kita ke zina, dan lain sebagainya. Beruntung kamu menyadari cepat, Cal. Hmm lagipula, kamu sangat beruntung sekali apabila tidak merayakan valentine! Karena, kasih sayang itu bisa kapan saja kita ungkapkan untuk semua orang yang kita sayangi. Malang sekali kamu bila kasih sayang itu hanya diungkapkan 1 tahun sekali,” ujar Arfan sambil menepuk pundak Ical.
“Makasih banyak ya, Fan. Gue beruntung punya teman kayak loe. Teman yang bijak dan dewasa. Hehe... Kalau loe nggak sekolah disini,nggak sekelas sama gue dan nggak seorganisasi sama gue... Gue nggak bisa denger kata-kata bijak loe,” jawab Ical sambil menghapus air mata yang ada di pipinya.
“Sama-sama Cal...! Jangan sedih ya. Jangan nangis juga, lelaki kok cengeng!” canda Arfan sambil menyengir lebar.
“Capcus deh! Hehe...” Ical tertawa terbahak.
“Ya sudah sana kerja, sudah mau mulai acaranya tuh,” kata Arfan mengingatkan.
“Tunggu dulu, gue mau tanya cewek yang sama loe kemarin itu adalah gebetan loe?” tanya Ical penasaran.
“Bukan , dia teman gue. Gue nggak sengaja ketemu dia. Karena gue dan dia sama-sama mau ke kantin, ya sudah jadinya bareng...”
“Ow, gue kira dia gebetan loe. Gebet saja cuy, jadi... pacar loe!” teriak Ical sambil tertawa terkikik dan meninggalkan Arfan.
“Woi, nggak ah. Kalau calon istri boleh dah! Tapi aku seleksi dulu Haha...” Arfan tertawa. ‘Istri? Kepikiran saja belum...’ batin Arfan.
***
Arfan tak tahu kalau Lilis sangat mengagumi dia. Ia juga tak tahu kalau orang yang sangat mengagumi dia, tidak hadir saat itu. Ya 10 Februari, Lilis dan 2 orang temannya sedang berada di Mall saat itu, membeli suprise valentine untuk Arfan. Rencananya, Lilis akan menembak hatinya Arfan di 14 Februari bertepatan dengan hari valentine.
“Loe yakin mau nembak dia duluan, Lis?” ucap Mira ragu. Dia takut temannya patah hati kalau ditolak mentah-mentah.
“Iya,” jawab Lilis singkat.
“Kalau ditolak?” tanya Mira lagi dengan nada masih ragu-ragu.
“Nggak apa-apa, lagian gue hanya mau mengungkapkan perasaan gue saja kok. Gue yakin meskipun gue ditolak, dia nggak akan nyakitin dengan kata-kata kasar atau apalah. Dia itu lelaki baik,” ucap Lilis sambil tersenyum.
“Hmm iya deh,” jawab Mira lesu.
“Eh sudah, Mir! Kamu tuh bukanne dukung teman kamu malah mau bikin down toh,” ujar Anis bijak.
Mira langsung mengelak, “Siapa yang bikin down, Nis! Aku tuh hanya takut teman kita yang satu ini patah hati! Itu saja.”
Anis ingin menjawab lagi ucapan Mira, namun Lilis langsung mencoba meredakan karena ia menduga akan terjadi keributan. “Sudah! Jangan ribut dong! Aku nggak bakal sakit hati kalau ditolak juga kok!”
Mira dan Anis terdiam.
“Bagusan yang mana, kaos biru atau putih?” tanya    Lilis pada kedua temannya.
“Dua-duanya bagus kok,” ucap Mira dan Anis bersamaan. Hingga akhirnya, mereka bertiga tertawa bersama.
***
13 Februari, saat istirahat. Suasana kelas XII IPA 3 lenggang saat itu, mungkin karena anak-anak murid kelas XII IPA 3 banyak yang menghabiskan waktu istirahatnya di luar.
“Cal, gue kok akhir-akhir ini mimpi wanita terus ya?” cerita Arfan pada Ical saat istirahat.
“Wah mimpi apa? Haha...” Ical tertawa terbahak. Arfan berdehem.
“Bukan mimpi macam-macam, tapi gue mimpi wanita yang sama terus. 3 hari berturut-turut, padahal gue nggak merindukan dia apalagi berperasaan lebih sama dia,” ucap Arfan dengan mimik serius.
“Mungkin dia suka loe,” duga Ical.
“Hmm tapi gue...” Arfan menerawang bimbang.
“Sudah ah, gue jadi lapar nih gara-gara ngomongin cinta! Ke kantin yuk!” ajak Ical seraya menarik Arfan ke kantin.
***
Malam tanpa bintang, itulah yang ada di hati dua insan saat ini. Arfan dan Lilis. Lilis yang berada di kamarnya sedang menatap kadonya yang berbungkus pink sambil menerawang jauh apa yang akan terjadi esok saat ia menembak Arfan. Sedangkan Arfan sedang terbengong-bengong di kamar pribadinya, memikirkan Lilis yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya.
“Huft, apa benar Lilis suka sama gue?” ucap Arfan sambil melihat taburan bintang di langit dari balik jendelanya.
“Tapi, gue nggak bisa pacaran sama dia. Gue nggak mau...” kata-kata Arfan menggantung begitu saja.
“Astagfirullah, kenapa gue jadi mikirin si Lilis...” Arfan langsung mengusap wajahnya perlahan. Ia baru sadar, ia sedang memikirkan ‘wanita’ !
“Gue nggak boleh seperti ini terus!” tekad Arfan sambil menutup tirai jendelanya dan tertidur di kasur empuknya.
***
Pagi hari, ketika Lilis baru saja tiba di sekolah dengan masih menggendong tasnya, Lilis dengan mantap menghampiri kelas Arfan. Ia bertekad untuk menembak Arfan pagi ini!
“Arfan ada?” tanya Lilis pada seorang lelaki di depan pintu, yang ternyata Ical! Ical mengenalinya, namun Lilis tidak.
“Oh ada, aku panggilin dulu ya.” “Arfan...!” Ical berteriak memanggil Arfan.
Arfan langsung menghampiri Ical. Betapa terkejutnya Arfan kalau yang datang mencarinya itu Lilis!
Ical memberi kode untuk meninggalkan Arfan berdua saja dengan Lilis. Arfan mengangguk.
“Adaapa, Lis?” sapa Arfan.
“Em, aku bisa ngomong sama kamu sebentar nggak? Tapi bukan di sini, di taman saja,” ucap Lilis seraya mengajak Arfan ke taman.
“Ya sudah oke.”
Mereka berdua menuju ke taman.

“Duduk di sini saja ya, Fan! Nggak apa-apa kan?” ajak Lilis saat tiba di taman sekolah. Arfan mengangguk.
“Abdi teh...” kata-kata Lilis menggantung, saat itu ia terlihat grogi.
“Tas kamu nggak ditaruh di kelas dulu?” ucap Arfan.  Lilis menggeleng, “Nggak usah... Oh iya” tiba-tiba Lilis teringat kado berbungkus pink di tasnya.
“Arfan, abdi teh minta maaf sudah mengambil waktu kamu pagi ini, abdi teh hanya ingin memberikan ini buat kamu,” ujar Lilis pada Arfan. Ia memberikan kado berbungkus pink untuk pujaan hatinya.
“Apaan ini?” Arfan kaget bukan main melihat bungkusan berwarna pink yang ada di tangannya.
“Itu teh tanda rasa suka aku sama kamu. Abdi teh sayang kamu, Fan! Aku sayang kamu! Kamu mau jadi pacar aku?” DEG! Hati Arfan mendadak mau copot mendengar pernyataan Lilis.
“Apa?!”
“Maaf  ya kalau mendadak banget, abdi teh suka kamu sejak kejadian tubrukan itu...” Lilis menunduk pasrah. Rasanya ia ingin menangis di depan Arfan karena perasaannya begitu berat terhadap Arfan.
“Lis, jangan nunduk gitu. Lis...” Arfan memandang iba kepada Lilis. Ia bisa merasakan perasaan Lilis yang begitu berat terhadapnya.
Lilis memandang Arfan mematung.
“Terima kasih Lis, kamu sudah mempunyai rasa sayang ke aku. Tapi jujur, aku nggak bisa menerima kamu. Karena aku hanya mau kita bersahabat. Aku nggak mau persahabatan kita rusak karena cinta...” Arfan menghela nafas sebentar. Ia berat rasanya melanjutkan kata-katanya.
“Aku nggak tahu perasaan ke kamu itu seperti apa sekarang. Yang aku tahu, aku anggap kamu sahabat. Em, lagipula yang aku cari bukan pacar, tapi buat calon pendamping hidup aku. Aku pun masih mencari calon itu. Kalau kita bersahabat, kesempatan buat kamu jadi calon aku kan jadi tambah besar...”Arfan hampir saja ingin tertawa karena ia tak pandai menggombal.
“Kita jadi sahabat saja ya?” ucap Arfan lagi. Arfan tersenyum manis saat itu. Lesung pipinya terlihat menggemaskan.
“Iya... iya aku nggak apa-apa kok. Abdi teh makin cinta sama Arfan, karena Arfan berbicara bijak kayak tadi hehe...” Lilis tertawa bahagia, ia jadi tahu siapa Arfan sebenarnya.
Arfan tersipu malu, wajahnya memerah. “Ah Lilis, aku jadi malu kan. Aku nggak pandai menggombal, kata-kata yang tadi meluncur begitu saja. Aku itu terbiasa dapat ilmu dari perkumpulan rohis...hehe”
“Kamu teh anak rohis?” ucap Lilis tidak menyangka.
“Iya...”
Lilis mengangguk mengerti.
“Ini kadonya beneran buat aku?” ucap Arfan meyakinkan.
“Iya atuh, buat siapa lagi...” ucap Lilis sambil tertawa lepas. Arfan tersenyum.
Ya, entah akan jadi apa persahabatan ini nanti. Tapi dalam hati, Lilis tetap tulus mencintai Arfan. Dalam hati Lilis, menjadi sahabat saja sudah cukup. Benar kata Arfan lebih baik bersahabat, agar kesempatan menjadi calon istri Arfan menjadi besar. Dalam hati, Lilis bertekad dalam hati, ‘Aku akan mengubah diriku, untuk menjadi calon istri rohis’. Dan kuncup-kuncup bunga di taman bermekaran diiringi dengan cerahnya mentari.
Ya, lagu afgan pun bersenandung saat itu. Terima kasih cinta...
Terima kasih cinta, untuk segalanya...
Kau berikan lagi, kesempatan itu...

TAMAT 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Film: Relationshit, "Shit" Banget Ini Film!

Director: Hardanius Larobu Writers: Alitt Susanto Stars: Jovial da Lopez, Fandy Chow, Dina Anjani, Natasha Wilona, Bayu Skak, Devina Aurel, Salshabilla Elovii SHIT! Itulah salah satu kata yang menggambarkan film ini. Trailernya saja berhasil membuat penasaran para penonton. Dari mulai kekocakan para tokoh, judul dan temanya yang benar-benar menarik sekali yakni cinta yang kerap membuat anak muda menjadi merasa dunia berjuta rasanya. SHIT! Mungkin inilah salah satu yang sering diucapkan anak muda dengan gaholnya apabila ia terjebak pada cinta yang rumit.. Antara cinta dan benci... Antara cinta dengan yang membahagiakan atau balik dengan mantan. Ya, inilah konflik dalam cerita ini. Jovial da Lopez, yang memerangkan Alit dalam tokoh ini diceritakan mengalami perdebatan hati. Ia tiba-tiba putus dengan Wina dengan suatu alasan. Padahal Wina adalah masa lalunya yang amat indah. Alit sukses menjadi penulis karena Wina. WINA dan hanya WINA. Tentunya bayang-bayang dan se

Menjadi Guru Berprestasi April 2020

Menjadi Teacher Of The Month di Fikar School tempat saya mengajar, adalah sesuatu yang membuat saya bersyukur tiada henti di 2020. Di bulan Desember 2019, saya mendapatkan peringkat teacher of the month December 2019. Di tahun 2020, saya kembali menjadi guru berprestasi di Bulan April 2020. Semoga bisa selalu berprestasi. Aamiin

Pengalaman Menjadi Guru Seni Prakarya di Sekolah dan Organisasi

Menjadi guru seni adalah suatu hal yang menyenangkan bagi saya. Memulai menjadi guru seni pada tahun 2017, kemudian founder mengintipnusantara.org dan graduatedshop membuat saya selalu mengupgrade diri untuk berkreasi. Berikut adalah beberapa karya murid-murid saya ketika saya mengajar.