Langsung ke konten utama

Cerpenku


28 OKTOBER
Karya: Starlife_Angels




Angin panas berhembus tanggal 28 Oktober. Sinta, seorang gadis SMP yang putus sekolah, bagai menerjang badai terik saat  itu. Entah sejak kapan ia putus sekolah, ia tidak ingat. Namun ia ingat, ia telah menerjang berbagai lika-liku kehidupan yang teramat perih.
Oktober bagaikan musim pancaroba untuknya.  Tiap siang, siang yang terik, ia harus rela berpanas-panasan untuk mencari nafkah. Di hardik, dicaci dan dimaki, rela ia lalui untuk menghidupi keenam adik-adiknya yang kini hidup tanpa orangtua.
Hidup tanpa orangtua, terasa bagaikan neraka untuknya. Sebenarnya, ia tidak marah pada Tuhan. Tidak! Tapi ia marah pada dunia yang terasa begitu ganasnya. Mencaci orang miskin dan menyepelekannya. Sungguh keterlaluan!
Sering kali ia menangis, saat salah satu dari adiknya mengadu dan menangis tersedu-sedu di bahunya.
“Kakak, tadi aku dilempari pakai batu saat sedang bekerja. Dia bilang ‘orang miskin! Ngapain kamu disini? Mau minta sumbangan?! Enak saja… Pergi sana!”
Ia hanya mampu mengelus dada. Kata-kata itu terasa bagaikan pedang yang menusuk jantungnya. Ia takkan bisa melupakan hardikan si orang kaya sombong itu. Ia hanya berdoa semoga Tuhan membalas perlakuan itu dengan ganjaran yang setimpal.
Pernah sesekali,  ia ingin mengeluarkan amarahnya pada sang adik karena selalu memaksa membantunya untuk mencari nafkah. Namun, apakah semua ini salah adiknya? Tidak! Bukan! Bukan sama sekali. Lalu ini salah siapa, salah orang itu? Hah, sudahlah… ini semua salah keadaan. Tapi ia ingin sekali memberontak ketidakadilan ini kepada orang-orang yang merendahkannya. Orang-orang kaya yang telah melecehkan orang miskin seperti dirinya. Namun, ia bisa apa? Pasti si kaya itu yang akan memenangkan segalanya. Si kaya bisa membeli apapun dengan uang!

***
Masih di suatu siang tanggal 28 Oktober, Sinta menghela nafasnya perlahan. Duka kehidupan itu semakin terasa panjang. Entah kenapa ia merasa dunia semakin mempermainkan dirinya. Huh! Hari ini adalah hari dimana sumpah pemuda itu diperingati.  Hari dimana kata Indonesia itu mulai dikenal. Hari dimana suatu bangsa disatukan dalam satu tanah air. Tapi kenapa, ia selalu merasakan kegetiran makna SUMPAH PEMUDA itu. Inikah yang namanya damai, bersatu dan kesederajatan! Ia selalu merasa tak adil.
Inikah orang Indonesia yang selalu di omong-omongkan ramah-tamah? Inikah orang Indonesia yang selalu di elu-elukan dengan kata kesatuan budaya, tanah air dan bangsa? Inikah bangsa Indonesia, bangsa yang sebagian kaya namun sering menjatuhkan kaum miskin?
Ia merasa tak adil! Ia merasa dipermainkan! Ingin rasanya ia berlari kearah tiang bendera di sekolah seberang dan menentang bendera Indonesia yang berkobar dan berteriak “ Sebagian bangsamu bersikap tidak adil!”.
***
Siang kelam itu mulai berganti dengan senja, namun bukan berarti duka itu berakhir. Tentu saja masih ada.  Ia berjalan gontai menuju rumahnya. Hasil dagangannya kini ,tidak begitu laku. Hanya beberapa peser uang yang didapat, yaitu  4 lembar uang seribuan.    
Oleh karena itu, sore itu terasa berat baginya untuk mengulum senyum pada adik-adiknya di rumah. Ia merasa benar-benar payah saat itu. Hari ini hanya mendapatkan uang 4 ribu, bagaimana kalau ia kalah dengan hasil adik-adiknya hari ini. Ia tertawa terkikik. Masih bisanya ia tertawa di sela derita hidupnya ini. Senyum itu, senyum adik-adiknya itu adalah senyum pembangkit gairah hidupnya. Karena merekalah, ia bisa bertahan.
Baru beberapa langkah ia tiba dan akan berteriak “Assalamualaikum”, tapi kedatangannya itu ternyata sudah tercium oleh keenam adik-adiknya.
“Kakak!!!!!!!!”, si bungsu berteriak memanggil dirinya dari dalam rumah. Ia berlari dan berhambur ke arah pelukannya.
Sinta pun tersontak. Ia tertawa berderai melihat polah adik bungsunya itu.
“Apa sayang?”,ucapnya sambil membelai rambut si bungsu, lalu dikecuplah kening adiknya itu.
“Ka Ronald dapet uang banyak ka… Malem ini kita makan yang enak-enak yahh??”,rengeknya pada Sinta.
 Sinta mengerutkan kening. Ronald dapat uang dari mana? Jangan-jangan dia mencopet? Ah tidak, semua ini harus ditanyakan dulu pada Ronald, batin Sinta dalam hati.
Sinta pun bergegas kedalam rumah dan memanggil Ronald.
“Ronald! Kamu dapat uang dari mana?”, tanyanya spontan pada Ronald.
Ronald keluar dari dalam kamarnya. Ia seperti tergesa.
“Aku kerja kak, sudah kak… ambil saja deh uang itu..” Ronald langsung terburu-buru keluar rumah, entah untuk apa. Sinta berusaha mencegahnya pergi.
“Kamu mau kemana, Ron?” cegah Sinta sebelum Ronald benar-benar pergi terlalu jauh dari rumah.
“Kerja!” sahut Ronald singkat sambil berlari meniggalkan rumah.
***
Perasaan Sinta tidak enak .  Ia mempunyai firasat apa-apa terhadap Ronald.
“Kak! Kakak!”, tiba-tiba terdengar teriakan dari luar. Suara adik kelimanya, Doni membuatnya tersentak. Jangan-jangan?!
“Ada apa de?”, sahutnya pada Doni, jantungnya benar-benar terasa berdegup kencang saat itu.
“Itu ka, itu…!”,jawabnya dengan terbata.
“Apa?”
“Lihat sendiri aja deh!”
Sinta segera bergegas keluar dengan penuh rasa deg-degan. Ada apa ya, ia benar-benar penasaran. Jangan-jangan Ronald kenapa-kenapa!
Baru saja Sinta keluar dan memperlihatkan mimik yang cemas, tiba-tiba…
Adiknya, Ronald menghampirinya!
“Kakak, kenalin ini Pak Budi,  pemimpin perusahaan rekaman. Sekarang, aku diajak bekerja sama dengan Beliau, kak. Kata Beliau, suara ku bagus... Jadi, Pak Budi ini yang memberiku uang banyak  waktu aku ngamen. Beliau juga yang akan menyekolahkan kita, ka…”,ucap Ronald padanya, membuat Sinta tertawa lega. Kenapa tadi sempat-sempatnya ia curiga pada adiknya? Malu sekali ia. Ia membayangkan mukanya sendiri menjadi merah seperti tomat.
Hmm…biarkan saja mukanya merah seperti tomat. Yang terpenting, duka dan derita ini berakhir sampai disini. Semoga tidak hanya dia yang merasakan kepulihan derita, namun semua orang. Semoga masih ada orang-orang baik seperti Pak Budi. Semoga Indonesia dan etika bangsanya juga semakin membaik. Sehingga, tidak ada kata seenaknya menghardik keluarga miskin sepertinya. Itu baru wujud dari SUMPAH PEMUDA!
***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Film: Relationshit, "Shit" Banget Ini Film!

Director: Hardanius Larobu Writers: Alitt Susanto Stars: Jovial da Lopez, Fandy Chow, Dina Anjani, Natasha Wilona, Bayu Skak, Devina Aurel, Salshabilla Elovii SHIT! Itulah salah satu kata yang menggambarkan film ini. Trailernya saja berhasil membuat penasaran para penonton. Dari mulai kekocakan para tokoh, judul dan temanya yang benar-benar menarik sekali yakni cinta yang kerap membuat anak muda menjadi merasa dunia berjuta rasanya. SHIT! Mungkin inilah salah satu yang sering diucapkan anak muda dengan gaholnya apabila ia terjebak pada cinta yang rumit.. Antara cinta dan benci... Antara cinta dengan yang membahagiakan atau balik dengan mantan. Ya, inilah konflik dalam cerita ini. Jovial da Lopez, yang memerangkan Alit dalam tokoh ini diceritakan mengalami perdebatan hati. Ia tiba-tiba putus dengan Wina dengan suatu alasan. Padahal Wina adalah masa lalunya yang amat indah. Alit sukses menjadi penulis karena Wina. WINA dan hanya WINA. Tentunya bayang-bayang dan se

Menjadi Guru Berprestasi April 2020

Menjadi Teacher Of The Month di Fikar School tempat saya mengajar, adalah sesuatu yang membuat saya bersyukur tiada henti di 2020. Di bulan Desember 2019, saya mendapatkan peringkat teacher of the month December 2019. Di tahun 2020, saya kembali menjadi guru berprestasi di Bulan April 2020. Semoga bisa selalu berprestasi. Aamiin

Pengalaman Menjadi Guru Seni Prakarya di Sekolah dan Organisasi

Menjadi guru seni adalah suatu hal yang menyenangkan bagi saya. Memulai menjadi guru seni pada tahun 2017, kemudian founder mengintipnusantara.org dan graduatedshop membuat saya selalu mengupgrade diri untuk berkreasi. Berikut adalah beberapa karya murid-murid saya ketika saya mengajar.